Kamis, 05 Mei 2011

SKRIPSI BAB II


BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A.      Pengertian Usaha dan Kompetensi
1.      Pengertian Usaha
Usaha adalah upaya; akal; ikhtiar untuk mencapai suatu maksud, memecahkan persoalan mencari jalan keluar.[5] (KBBI:1990:995)

2.      Pengertian Kompetensi
Kompetensi berasal dari bahasa Inggris yaitu “Competence”, yang berarti keahlian, kemampuan, atau wewenang.[6]
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kompetensi berarti kewenangan, kekuasaan untuk menentukan atau memutuskan sesuatu hal.[7]
Sedangkan menurut para ahli, istilah kompetensi sebenarnya memiliki banyak makna sebagaimana dikemukakan sebagai berikut:
a.       Roestiyah N.K, mengutip pendapat W. Robert Houston yaitu: “Competence” ordinarily is defined as “Adequacy for a task” or as “Possession of require knowledge, skill and abilities”. Di sini dapat diartikan, bahwa kompetensi sebagai suatu tugas yang memadai atau pemilikan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang dituntut oleh jabatan seseorang.[8]

b.      Rounded Rectangle: 9H. Mansyur, mengemukan pengertian kompetensi yaitu berarti kemampuan seorang pendidik dalam mengaplikasikan dan memanfaatkan situasi pembelajaran dengan menggunakan prinsip-prinsip dan teknik penyajian bahan pengajaran yang telah disiapkan secara matang sehingga dapat diserap oleh peserta didik dengan mudah.[9]


c.       E. Mulyasa, mengutip pendapat Finch dan Crunkilton ( 1979 : 222 ), yaitu : Kompetensi sebagai penguasaan terhadap suatu tugas, keterampilan, sikap, dan apresiasi yang diperlukan untuk menunjang keberhasilan proses pembelajaran.[10]


Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kompetensi merupakan suatu kemampuan atau kecakapan seorang  pendidik (guru) dalam mengaplikasikan dan memanfaaatkan situasi pembelajaran dengan menggunakan metode-metode pengajaran  sehingga dapat diserap oleh peserta didik dengan mudah.
Dengan demikian di dalam kompetensi ini adanya suatu kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang guru  sebagai tenaga pendidik di dalam hal penguasaan  bahan pengajaran, penguasaan metode mengajar dan pengelolaan proses pembelajaran. Serta fakor-faktor yang mempengaruhi  kompetensi guru pada Madrasah Aliyah Negeri I Banjarmasin di Kota Banjarmasin adalah latar belakang pendidikan, pengalaman mengajar dan pengembangan profesi keguruan. 
Selaras dengan pengertian kompetensi di atas,  Sofyani dalam buku Ilmu Pendidikan Islam, menjelaskan tentang tugas dan tanggung jawab seorang guru dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya jika ia memiliki kompetensi, yaitu:
a.       Kompetensi kepribadian. Sebagai pendidik muslim seorang guru dituntut untuk bertaqwa kepada Allah Swt. Sehingga ia menjadi teladan bagi peserta didiknya. Ketaqwaan tersebut dilihat dari akhlaknya yang mulia, antara lain:
1)        Zuhud
2)        Bersih lahir dan batin
3)        Ikhlas dan jujur dalam mengajar
4)        Sabar dan pemaaf
5)        Mencintai jabatannya sebagai guru
6)        Penggembira, berwibawa dan adil terhadap semua peserta didik.
b.      Kompetensi penguasaan ilmu yang diajarkan. Penguasaan mata pelajaran atau ilmu yang diajarkan adalah mutlak bagi seorang guru, tanpa itu sulit dicapai keberhasilan dalam mengajar. Oleh karena itu seorang guru di samping ilmu yang dimilikinya, ia dituntut untuk terus menerus belajar.
c.       Kompetensi dalam metode mengajar. Dalam proses pembelajaran seorang guru dituntut untuk mengetahui dan menguasai kemampuan merencanakan dan menyusun program pengajaran, mengenai situasi dan kondisi peserta didik, menggunakan dan mengembangkan alat pendidikan dan mempergunakan metode mengajar yang sesuai dengan materi dan efektivitasnya.[11]

B.       Macam-macam Kompetensi
Kompetensi guru yang dikatakan sebagai modal dasar dalam pengelolaan dan pengajaran ini banyak macamnya, perumusan macam-macam kompetensi guru berbeda  di antara para ahli pendidikan, namun intinya sama yakni merupakan suatu kemampuan dan kecakapan guru dalam pengelolaan pendidikan dan pengajaran.
Pada tahun 1979, Program Pengembangan Pendidikan Guru (P3G) telah memikirkan tentang usaha peningkatan kualitas guru dan hasil merumuskan tiga komponen penting yang harus dimiliki oleh seorang guru yang profesional, yaitu sebagai berikut:
1)      Kompetensi profesional, yaitu bahwa guru harus memiliki pengetahuan yang luas dan dalam tentang subject matter (bidang studi) metodologis dalam artian memiliki pengetahuan konsep teoritik, mampu memilih metode yang tepat, serta mampu menggunakannya dalam proses pembelajaran.
2)      Kompetensi personal, artinya bahwa guru harus memiliki sikap kepribadian yang mantap, sehingga mampu menjadi sumber intensifikasi bagi subjek.
3)      Kompetensi sosial, artinya bahwa guru harus memiliki kemampuan berkomunikasi sosial, baik dengan peserta didik maupun dengan semua guru, Kepala madrasah, pegawai tata usaha dan juga dengan masyarakat di lingkungannya.[12]

Salah satu dari komponen kompetensi di atas, yaitu kompetensi profesional sangat penting dikuasai dan dimiliki oleh seorang guru dalam kaitannya dengan pengelolaan  pengajaran.
Sementara itu,  Muhammad Uzer Usman dalam buku “Menjadi Guru Profesional” menguraikan macam-macam kompetensi guru sebagai berikut:
1)      Kompetensi pribadi, meliputi:
d.      Mengembangkan kepribadian dengan jalan:
1.      Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
2.      Berperan dalam masyarakat sebagai warga negara yang berjiwa Pancasila
3.      Mengembangkan sifat-sifat terpuji yang dipersyaratkan bagi guru
e.       Berinteraksi dan berkomunikasi
1.      Berinteraksi dengan sejawat untuk meningkatkan kemampuan profesional
2.      Berinteraksi dengan masyarakat untuk penunaian misi pendidikan
f.       Melaksanakan bimbingan penyuluhan
1.      Membimbing siswa yang mengalami kesulitan belajar.
2.      Membimbing siswa yang berkelainan dan berbakat khusus
g.      Melaksanakan administrasi madrasah
1.      Mengenal pengadministrasian madrasah
2.      Melaksanakan kegiatan administrasi madrasah
h.      Melaksanakan penelitian sederhana untuk keperluan pengajaran
1.      Mengkaji konsep dasar penelitian
2.      Melaksanakan penelitian sederhana
2)      Kompetensi profesional, meliputi:
a.       Menguasai landasan kependidikan
1.      Mengenal tujuan pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional
2.      Mengenal fungsi sekolah dan masyarakat
3.      Mengenal prinsip-prinsip psikologi pendidikan yang dapat dimanfaatkan dalam proses pembelajaran.
b.      Menguasai bahan pengajaran
1.      Menguasai bahan pengajaran kurikulum pendidikan dasar menengah
2.      Menguasai bahan pengajaran
c.       Menyusun program pengajaran
1.      Menetapkan tujuan pembelajaran
2.      Memilih dan mengembangkan strategi pembelajaran
3.      Memilih dan mengembangkan media pengajaran yang sesuai
4.      Memilih dan memanfaatkan sumber-sumber belajar
d.      Melaksanakan program pengajaran
1.      Menciptakan iklim pembelajaran yang tepat
2.      Mengatur ruangan belajar
3.      Mengelola interaksi pembelajaran
e.       Menilai hasil dan proses pembelajaran yang telah dilaksanakan
1.      Menilai prestasi murid untuk kepentingan pengajaran
2.      Menilai proses pembelajaran  yang telah dilaksanakan[13]
Pendapat senada juga dikemukakan oleh Zakiah Daradjat dkk., bahwa pada dasarnya guru harus memiliki tiga kompetensi kepribadian, kompetensi penguasaan  bahan pengajaran dan kompetensi dalam cara-cara mengajar.
Lebih jauh Zakiah Daradjat dkk., menguraikan ketiga kompetensi dasar sebagai berikut:
1.      Kompetensi kepribadian, meliputi:
a.       Mengenal dan mengakui bakat dan potensi dari setiap peserta didik yang diajarkannya.
b.      Membina suatu suasana sosial yang meliputi proses pembelajaran  sehingga sangat bersifat menunjang secara moral (bathiniyah) terhadap peserta didik bagi terciptanya kesepahaman dan kesamaan arah dalam pikiran serta perbuatan peserta didik dan guru.
c.       Membina suatu perasaan saling menghormati, saling bertanggung jawab dan saling percaya mempercayai antara guru dengan peserta didik.
2.      Kompetensi penguasaan bahan pengajaran
a.       Menguraikan ilmu pengetahuan atau kecakapan dan apa yang harus diajarkan ke dalam bentuk komponen dan informasi yang sebenarnya dalan bidang ilmu atau kecakapan yang bersangkutan.
b.      Menyusun komponen atau informasi itu sedemikian rupa baiknya sehingga akan memudahkan peserta didik mempelajari pelajaran yang diterimanya.
3.      Kompetensi dalam cara-cara mengajar
a.       Merencanakan atau menyusun setiap program satuan pelajaran, demikian pula merencanakan atau menyusun keseluruhan kegiatan untuk satu satuan waktu (catur wulan/semester atau tahun ajaran).
b.      Mempergunakan dan mengembangkan media pendidikan (alat bantu, alat peraga) bagi peserta didik dalam proses pembelajaran  yang diperlukan.
c.       Mengembangkan dan mempergunakan semua metode mengajar sehingga terjadilah kombinasi-kombinasi dan variasi yang efektif.[14]

Ahli lain juga mengemukakan tentang 10 kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru, meliputi:
1.      Menguasai bahan, yaitu:
a.       Menguasai bahan bidang studi dalam kurikulum madrasah.
b.      Menguasai bahan pengayaan/penunjang bidang studi.
2.      Mengelola proses pembelajaran,  meliputi:
a.       Merumuskan tujuan instruksional.
b.      Mengenal dan dapat menggunakan prosedur instruksional yang tepat.
c.       Melaksanakan program pembelajaran.
d.      Mengenal kemampuan peserta didik.
3.      Mengelola kelas, meliputi:
a.       Mengatur ruang kelas untuk pelajaran.
b.      Menciptakan iklim pembelajaran yang serasi.
4.      Penggunaan media atau sumber, meliputi:
a.       Mengenal, memilih dan menggunakan media.
b.      Membuat alat bantu pelajaran yang sederhana.
c.       Menggunakan perpustakaan dalam proses pembelajaran.
d.      Menggunakan Micro Teaching untuk unit program pengenalan lapangan.
5.      Menguasai landasan-landasan pendidikan.
6.      Mengelola interaksi-interaksi pembelajaran.
7.      Menilai prestasi siswa untuk kepentingan pembelajaran.
8.      Mengenal fungsi layanan bimbingan dan penyuluhan di madrasah, meliputi:
a.       Mengenal fungsi dan layanan program bimbingan dan penyuluhan.
b.      Menyelenggarakan layanan bimbingan dan penyuluhan.
9.      Mengenal dan menyelenggarakan administrasi madrasah.
10.  Memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil penelitian pendidikan guna keperluan pengajaran.[15]

Pendapat senada juga dikemukakan oleh Syaiful Bahri Djamarah  bahwa kompetensi guru  pada dasarnya harus memiliki 14 macam kompetensi, yaitu sebagai berikut :
1.      Kepribadian
2.      Penguasaan bahan pengajaran
3.      Kesadaran waktu
4.      Penguasaan metode mengajar
5.      Pengelolaan proses pembelajaran
6.      Pengelolaan kelas
7.      Penggunaan media
8.      Penguasaan landasan- landasan kependidikan
9.      Pengelolaan interaksi belajar mengajar
10.  Penilaian prestasi belajar peserta didik
11.  Pengembangan ketrampilan pribadi
12.  Pengenalan fungsi dan program bimbingan dan penyuluhan di madrasah
13.  Penyelenggaraan administrasi madrasah
14.  Penyelenggaraan penelitian sederhana untuk kepentingan pengajaran.[16]

Mengingat masalah pokok yang menjadi pembahasan dalam penelitian ini hanya menitikberatkan kepada tiga macam kompetensi yakni penguasaan bahan pengajaran, penguasaan metode mengajar dan pengelolaan proses pembelajaran, maka ketiga kompetensi itu pulalah yang akan penulis jelaskan secara lebih luas dan terperinci berikut ini.
1.      Penguasaan Bahan Pengajaran
Dalam dunia pendidikan, guru dan peserta didik adalah dua orang yang termasuk dalam unsur-unsur pendidikan selain unsur-unsur lainnya seperti alat, tujuan dan lingkungan. Bahkan unsur guru dan peserta didik inilah yang sangat berperan dalam proses pembelajaran.
Dalam proses pembelajaran, guru adalah orang yang memberikan ilmu pengetahuan dan skill kepada peserta didik. Sedangkan peserta didik adalah subjek yang menerima ilmu pengetahuan dan skill dari guru.
Dalam proses pembelajaran, peranan guru dalam memilih bahan pengajaran sebagai berikut :
a.       Isi bahan disesuikan dengan sasaran belajar
b.      Tingkat kesukaran bahan yang diajarkan  kepada peserta didik
c.       Isi bahan belajar tersebut sesuai dengan strategi pembelajaran
d.      Evaluasi hasil belajar sesuai dengan bahan yang diajarkan dan mencakup ketiga ranah yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik.[17]

Sehubungan dengan hal itu, guru hendaknya menyadari bahwa ilmu pengetahuan adalah salah satu alat untuk mencapai tujuan pengajaran dan bahkan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Hal ini berarti guru harus menguasai bahan pelajaran sebelum mengajar. Sebab bila guru tidak menguasai bahan pelajaran mustahil kegiatan pembelajaran dapat berjalan lancar.
 Dengan kata lain, guru yang tidak menguasai bahan pengajaran akan menemui kesulitan dalam mengelola proses pembelajaran. Dengan demikian guru yang menguasai bidang ilmu tertentu akan lebih sering berfikir intuitif bila dibandingkan dengan guru yang tidak menguasainya.
 Guru sebagai tenaga profesional dalam bidang pendidikan harus bisa menempatkan diri sebagai medium  (perantara) antara ilmu pengetahuan dan peserta didik. Ia juga harus bisa menjadi penghubung antara peserta didik dan masyarakat dalam segala aspek kehidupan.
Meskipun guru berperan sebagai medium, perantara atau penghubung, namun guru tidak akan dapat melaksanakan peranannya bila guru bersangkutan tidak menguasai bahan pengajaran sebelum melaksanakan tugas mengajar didepan kelas. Sebelum mengajar guru harus menguasai bahan apa yang akan disampaikan dan bahan apa sebagai pendukung atau penunjang proses pembelajaran. Dengan modal ini guru dapat melaksanakan dan menyampaikan bahan pengajaran secara dinamis. 
Menguasai bahan pengajaran atau mata pelajaran  dalam kurikulum madrasah maksudnya adalah guru menguasai bahan pelajaran atau mata pelajaran dipegangnya. Kalau guru yang memegang mata pelajaran Aqidah Akhlak maka ini berarti guru tersebut harus menguasai bahan pelajaran atau bidang studi. Sedangkan menguasai bahan pengayaan atau penunjang mata pelajaran maksudnya dalam rangka memperluas keilmuan guru dalam melaksanakan proses  pembelajaran yang lebih mentap dan dinamis.
Perlu diketahui dan direnungi bahwa proses  pembelajaran  akan kaku bila wawasan keilmuan guru tidak didukung oleh pengetahuan lainnya yang relevan dengan  mata pelajaran yang dipegang oleh guru  bersangkutan. Sehingga peserta didik akan cepat jenuh dan bosan sebelum pelajaran berakhir. Akhirnya jalan pengajaran jadi kurang menarik perhatian peserta didik. Hal ini sebagai pertanda bahwa guru kurang mampu dalam menciptakan proses pembelajaran  yang kondusif.
Kondisi pembelajaran  seperti ini tentu saja akan merugikan peserta didik, baik dari segi materi waktu maupun kemajuan belajarnya. Bila kemajuan belajar peserta didik lamban tentu mempengaruhi prestasi belajarnya. Oleh karena itu, untuk menciptakan proses pembelajaran yang kondusif, guru harus menguasai bahan pengayaan atau penunjang mata pelajaran  di samping menguasai bahan pelajaran itu sendiri.
2.      Penguasaan Metode Mengajar
Metode adalah suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Dalam proses pembelajaran, metode diperlukan seorang guru bervariasi sesuai tujuan yang diinginkan atau yang ingin dicapai setelah pengajaran berakhir. Seorang guru tidak akan dapat melaksanakan tugasnya bila dia tidak menguasai satupun metode mengajar yang telah dirumuskan dan dikemukakan oleh para ahli pendidikan.
Dalam proses pembelajaran, guru tidak harus terpaku dengan menggunakan satu metode, tetapi harus menggunakan metode yang bervariasi agar jalan pengajaran tidak membosankan, tetapi menarik perhatian peserta didik. Untuk itulah, dengan menetapkan metode yang bervariasi akan membuat jalannya pembelajaran tidak membosankan, tetapi menarik perhatian peserta didik. Karena itu selama pembelajaran berlangsung sebaiknya guru harus memonitor keadaan peserta didik, dengan adanya penerapan metode yang bervariasi tersebut tentu saja membutuhkan penguasaan guru terhadap bahan yang akan diajarkan.
Dalam menjalankan metode pengajaran individual yang dimaksud adalah untuk memperbaiki mutu pengajaran dan harus didukung oleh berbagai fasilitas, sumber dan tenaga pembantu.[18]
Namun demikian, pemilihan dan penggunaan metode yang bervariasi atau penggunaan lebih dari satu metode dalam setiap mengajar tidak selamanya menguntungkan guru dan peserta didik, bila pemakaiannya tidak sesuai dengan situasi dan kondisi serta faktor-faktor  lain yang mempengaruhi penggunaan metode tersebut.
Sehubungan dengan hal itu, Winarno Surakhmad,  mengemukakan lima macam faktor yang mempengaruhi penggunaan metode mengajar, yaitu:
a.       Tujuan dalam pengajaran yang berbagai-bagai jenis dan fungsinya.
b.      Anak didik yang berbagai-bagai keadaannya.
c.       Situasi yang berbagai-bagai keadaannya.
d.      Fasilitas yang berbagai-bagai kualitas dan kuantitasnya.
e.       Pribadi guru serta kemampuan profesionalnya yang berbeda-beda.[19]

Sementara itu,  Abu Ahmadi memaparkan ada sembilan faktor yang harus diperhatikan guru dalam memilih metode yang digunakan dalam penyajian bahan pelajaran  dalam mengajar, yaitu:
a.       Tujuan yang hendak dicapai
b.      Pelajaran atau peserta didik
c.       Bahan pelajaran
d.      Fasilitas
e.       Guru
f.       Situasi
g.      Partisipasi
h.      Kebaikan dan kelemahan metode tertentu
i.        Filsafat [20]

Guru sebaiknya memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan metode di atas dengan tidak mengabaikan situasi pengajaran yang sedang berlangsung dengan menggunakan metode yang bervariasi yang disesuaikan dengan situasi, fasilitas dan tingkat kematangan peserta didik, namun tetap berorientasi pada pencapaian tujuan secara efektif dan efisien.
Dalam perumusan metode mengajar ini, para ahli pendidikan berbeda pandangan namun esensinya sama yaitu mereka sepakat bahwa metode mengajar sebagai alat bantu untuk mencapai tujuan pengajaran.
Pendapat senada dikemukakan oleh  Zakiah Daradjat. dkk, mengemukakkan sepuluh metode pengajaran, yaitu :
a.       Metode ceramah
b.      Metode diskusi
c.       Metode eksperimen
d.      Metode demonstrasi
e.       Metode pemberian tugas
f.       Metode sosiodrama
g.      Metode drill
h.      Metode kerja kelompok
i.        Metode tanya jawab
j.        Metode proyek[21]

Sementara itu Zuhairini dkk, mengemukakan ada dua belas metode-metode mengajar agama Islam, yaitu :
a.       Metode ceramah
b.      Metode tanya jawab
c.       Metode diskusi
d.      Metode demonstrasi dan eksperimen
e.       Metode pemberian tugas belajar (Resitasi)
f.       Metode kerja kelompok
g.      Metode drill (latihan siap)
h.      Metode sistem regu (team teaching)
i.        Metode karya wisata
j.        Metode problem solving
k.      Metode proyek (unit).[22]

Seorang guru harus menyadari bahwa semua metode mengajar yang telah dikemukakan oleh para ahli, saling menyempurnakan antara kelemahan metode yang satu dengan kelebihan metode yang lain. Oleh karena itu, penggunaan metode mengajar yang bervariasi akan lebih baik dari pada penggunaan satu metode mengajar.
Satu hal yang perlu diperhatikan guru bahwa penggunaan metode mengajar yang bervariasi harus tetap berorientasi pada tujuan pengajaran. Tujuan inilah sebagai pedoman dalam mempersiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan proses pembelajaran untuk suatu mata pelajaran.
Ini berarti, guru hendaknya mempersiapkan bahan, sarana, metode dan evaluasi yang dapat mencapai tujuan tersebut. Salah satunya adalah penguasaan metode mengajar merupakan salah satu aspek yang tidak bisa diabaikan oleh guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidikan dan pengajar. Sebab metode mengajar adalah suatu cara untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
3.      Pengelolaan Proses Pembelajaran
 Selain penguasaan bahan pengajaran dan penguasaan metode mengajar, pengelolaan proses pembelajaran juga merupakan kompetensi guru yang perlu diperhatikan dalam pengajaran yaitu memahami kemampuan anak, pengelolaan kelas, dan penggunaan media mengajar. Bahkan pengelolaan proses pembelajaran inilah yang nantinya akan menentukan kemana proses  pembelajaran akan dibawa. Guru  harus memiliki peranan yang penting dalam melaksanakan pengelolaan proses pembelajaran sebagai berikut :
a.       Membuat desain pembelajaran secara tertulis, lengkap, dan menyeluruh
b.      Meningkatkan  diri untuk menjadi seorang guru yang berkepribadian utuh.
c.       Bertindak sebagai guru yang mendidik
d.      Meningkatkan profesionalitas keguruan
e.       Melaksanakan pembelajaran sesuai dengan modul pembelajaran yang disesuaikan dengan kondisi siswa, bahan belajar, dan kondisi sekolah setempat. Penyesuaian tersebut dilaksanakan untuk meningkatkan mutu belajar.
f.       Dalam berhadapan dengan siswa, guru berperan sebagai fasilitas belajar, pembimbing belajar, dan pemberi balikan belajar.[23]
      
Demikian pula halnya dengan pelaksanaan proses pembelajaran di kelas terdapat beberapa aspek kemampuan yang harus dikuasai oleh guru dalam mengajar agar kegiatan pembelajaran jadi lebih efektif dan efisien. Menurut Rob Norris yang dikutif oleh Dakir (1987:197), mengajar yang efektif tergantung pada:

a.       Kepribadian guru

b.      Metode yang dipilih

c.        Pola tingkah laku

d.      Kompetensi yang relevan.27

Dalam mengelola proses pembelajaran, ada pula kaitannya dengan hal- hal tersebut di atas, yaitu :
a.       Memahami kemampuan  anak
Untuk mencapai keberhasilan pembelajaran sangat berpengaruh terhadap peserta didik, karena peserta didik adalah pribadi unik yang memiliki potensi dan mengalami proses erkembang dan menghajatkan pendidikan. Dalam perkembangannya itu peserta didik berkelainan membutuhkan bantuan yang lebih besar dibandingkan dengan peserta didik normal serta kasih sayang sehingga peserta didik dapat mengembangkan pribadinya secara wajar dalam kehidupan bersama dengan individu lainnya, Dan perlu diketahui oleh seorang guru bahwa setiap peserta didik memiliki perbedaan latar belakang pendidikan, kehidupan keluarga, dan kelainan yang berbeda antara satu dengan yang lainnya, seperti kelainan penglihatan, kelainan pendengaran, kelainan bicara, kelainan kecerdasan, kelainan tuna laras dan kelainan ganda.28  

Dalam melaksanakan pembelajaran, diantara karakteristik tersebut yang erat kaitannya dengan proses pembelajaran, adalah :
a.       Kematangan mental dan kecakapan intelektual peserta didik
b.      Kondisi jasmani dan kecakapan peserta didik
c.       Karakterisitik ranah rasa peserta didik
d.      Kondisi rumah dan status ekonomi keluarga peserta didik
e.       Usia peserta didik
f.        Jenis kelamin peserta didik.29
Untuk memudahkan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran sangat diperlukan untuk dapat memahami dan memahami karakteristik peserta didiknya. Dengan demikian bahwa dengan mengeahui danmemamhami kondisi psikilogis peserta didik akan berpengaruh terhadap kegitan pembelajaran di madrasah. Jadi jelaslah bahwa betapa pentingnya mengetahui kemmpuan peserta didik dalam menunjang keberhasilan pembelajaran karena untuk memudahkan peserta didik dalam memahani, menyerap dan menerima pelajaran yang akan diberikan oleh guru pada poses pembelajaran.

b.      Pengelolaan kelas
-                                              Pengaturan Tempat Duduk

      Dalam usaha pembelajaran agar tercapai pengetahuan, sikap, dan keterampilan, perlu ditunjang oleh kondisi kelas yang baik. Usaha untuk menciptakan kondisi kelas yang sempurna adalah dengan adanya pengelolan kelas yang teratur. Jika usaha pembelajaran tersebut tidak ditunjang oleh kondisi belajar yang baik, maka pengajaran tidak akan berjalan dengan efektif dan efisien. Salah satunya adalah pengaturan tempat duduk yang baik, diperlukan perencanaan yang matang, penataan prosedur dan sumber belajar serta lingkungan yang memadai. Usaha itu antara lain dengan menata lingkungan belajar sebaik- baiknya seperti dalam hal berikut :
1). Penataan lingkungan fisik, meliputi : penempatan tempat duduk peserta didik, guru, alat, dan perabot diatur sedemikian rupa agar peserta didik bisa bergerak leluasa  dalam bentuk lingkaran, deretan atau perorangan seperti di dalam ruang perpustakaan.  
2).Ventilasi dan penempatan cahaya, meliputi : hendaknya dalam ruang belajar dibuatkan ventilasi dan cahaya agar proses pembelajaran berjalan dengan baik dan lancar.
3)      Penempatan lemari atau rak tempat penyimpanan barang- barang, meliputi : Agar mudah mengambil barang, tidak mengganggu lalu lintas kegiatan pembelajaran,dan dipandang estetis.   
4)      Penempatan alat peraga, media, dan gambar- gambar, meliputi : penempatannya harus disesuaikan dengan tujuan pengajaran, alat- alat tersebut sebaiknya mudah dilihat dan leluasa untuk diperagakan dan ditempatkan di tempat yang aman.
5)      Penempatan lingkungan sosiokultural, meliputi : penempatan seorang guru yang dapat memberikan pengaruh dalam menumbuhkan suasana pembelajaran yang dapat  menimbulkan gairah seperti sikapguru yang demokratis dalam kepemimpinannya, cara berkata- kata yang baik dan benar, tulisan yang jelas, suara yang baik,tidak keras dan tidak lemah, dan hubungan dengan orang tua akrab.
6)      Di samping yang sifatnya sosipsikologis, meliputi : kehadiran peserta didik dan guru, penjadwalan mata pelajaran  yang tidak membosankan, kunjungan kepada orang yang kena musibah dan lain- lain.30
c.       Penggunaan Media Mengajar
Media adalah alat bantu yang dapat dijadikan sebagai pengukur informasi/ oleh guru dalam melaksanakan proses pembelajaran sehingga tujuan pengajaran tercapai.31

Sardiman, A.M, mengatakan :

Peran media mengajar dalam proses pembelajaran sudah tidak diragukan lagi, karena dapat :

1). Menghemat waktu belajar
2). Mempermudah pemahaman
3). Meningkatkan perhatian peserta didik
4). Meningkatkan aktivitas peserta didik
5). Mempertinggi daya ingat peserta didik.32 

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, bahwa dalam pengelolaan proses pembelajaran ada cara yang harus ditempuh atau dilalui dalam mengatur dan menyusun urutan-urutan dari beberapa bagian bahan pelajaran yang akan disampaikan agar menjadi satu kesatuan yang utuh dan terpadu. Oleh sebab itu, seorang guru harus direncanakan secara matang, jalannya pengajaran yang akan dilalui/ditempuh yaitu:
1.      Jalan pengajaran progresif
Jalan pengajaran progresif atau pengajaran suksesif, yaitu jalan pengajaran di mana bahan dari suatu vak mata pelajaran tertentu disampaikan secara maju berkelanjutan (continuous progress) dengan tanpa mengadakan pengulangan secara disengaja, akan tetapi dapat terjadi secara sambil lalu atau secara otomatis.
2.      Jalan pengajaran regresif
Jalan pengajaran regresif merupakan kebalikan dari jalan pengajaran progresif  yaitu jalan pengajaran “mundur”. Dengan kata lain jalan pengajaran regresif menyajikan pelajaran dengan dimulai dari hal-hal yang diketahui oleh peserta didik sebagai dasar untuk pelajaran berikutnya.
3.      Jalan pengajaran konsentris
Konsentris/konsentrasi yaitu pengumpulan atau pemusatan pada suatu titik tertentu. Jalan pengajaran konsentris berarti bahan pelajaran dengan berpusat kepada satu tema pelajaran tertentu untuk dibicarakan atau disampaikan seluruhnya dalam tiap-tiap tahun atau jenjang pengajaran di madrasah.33
Dari pengertian di atas, dapat dipahami bahwa jalannya pengajaran itu tersusun dari beberapa bahan pelajaran yang saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya dan disampaikan kepada peserta didik dalam proses pembelajaran di kelas.

C.      Fungsi Kepemimpinan dalam Lembaga Pendidikan
Kepimimpinan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam meningkatkan kualitas pendidikan, kepemimpinan berkaitan dengan masalah kepala madrasah dalam meningkatkan pengembangan kurikulum, kesempatan untuk mengadakan pertemuan secara efektif dengan para guru dalam situasi yang kondusif. Perilaku kepala madrasah harus dapat mendorong kinerja para guru dengan menunjukkan rasa bersahabat, dekat dan penuh pertimbangan terhadap para guru, baik sebagai individu maupun sebagai kelompok. Perilaku instumental merupakan tugas-tugas yang diorientasikan dan secara langsung di klarifikasikan dalam peranan dan tugas-tugas para guru sebagai individu dan sebagai kelompok. Perilaku kepemimpinan yang positif dapat bekerja sama dengan kelompok dalam rangka mewujudkan tujuan organisasi khususnya dalam kepemimpinan inovasi pengembangan kurikulum.
Jadi disini dapat didefinisikan bahwa “Kepemimpinan berfungsi untuk menggerakkan, membimbing, mengarahkan, memotivasi, memberikan inspirasi dan mengajak dengan sukarela terhadap orang lain dalam rangka mencapai kerjasama”.[24]
Sedangkan definisi kepemimpinan secara luas yaitu: “Sebagai kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok ke arah tercapainya tujuan”.[25]
Berkenaan dengan kepemimpinan kepala madrasah, di sini firman Allah telah menjelaskan dalam firmanNya yaitu pada surah Al-Baqarah ayat 30 yang berbunyi:
øŒÎ)ur tA$s% š/u Ïps3Í´¯»n=yJù=Ï9 ÎoTÎ) ×@Ïã%y` Îû ÇÚöF{$# ZpxÿÎ=yz ( (#þqä9$s% ã@yèøgrBr& $pkŽÏù `tB ßÅ¡øÿム$pkŽÏù à7Ïÿó¡our uä!$tBÏe$!$# ß`øtwUur ßxÎm7|¡çR x8ÏôJpt¿2 â¨Ïds)çRur y7s9 ( tA$s% þÎoTÎ) ãNn=ôãr& $tB Ÿw tbqßJn=÷ès?  ( البقرة : 30 ) [26]

Manusia mengemban amanat mengelola alam lingkungannya, pada diri manusia telah dibekali berbagai nilai keutamaan yang tidak diberikan kepada makhluk lain ciptaan Allah swt. dalam pelaksanaan kepemimpinannya, manusia diberikan pedoman hidup berupa ajaran-ajaran agama, dimana agama merupakan tolak ukur setiap perbuatan atau tingkah laku manusia untuk dipertanggung jawabkan dihadapan Allah
Pada dasarnya pemimpin adalah pemegeng amanat dari Allah dan amanat dari masyarakat yang dipimpinnya.
حدثنا  معقل بن يسار عن الحسن ان عبيد الله بن زياد عاد معقل بن يسار فى مرضه الذى مات فيه فقال له منقل: انى محدثك حديثا سمعته من رسول الله صلى الله عليه وسلم: سمعت النبى صلى الله عليه وسلم يقول: مامن عبد استرعاه الله رعية فلم يجطها بنصيحة الا لم يجد رائحة الجنة. (رواه البخارى)[27]
Hadits di atas menerangkan tentang tugas kepemimpinan yang tidak dilaksanakan dengan baik, barakibat bahwa si pemangku kepemimpinan atau jabatan kepemimpinan itu tidak akan mencium bau surga. Secara mufhum mukhalafah orang dituntut untuk melaksanakan tugas kepemimpinannya dengan baik.
Dengan demikian, dia akan dapat mempertanggungjawabkan tugasnya itu di hadapan Allah swt. oleh karena itu, Allah akan memberinya ganjaran kenikmatan surga. “Tugas kepemimpinan itu adalah memberi pelayanan yang baik terhadap orang yang dipimpinnya”.[28]
Antara pemimpin dan yang dipimpin selalu dapat berhubungan yang selalau mempengaruhi sesuai dengan tugas yang di imbannya. Seorang pemimpin bertanggung jawab yang tidak ringan, dismping itu bertanggung jawab terhadap orang yang di pimpinnya yang dan juga bertanggung jawab terhadap Allah SWT. Mengingat perannya yang sangat besar dan tanggung jawabnya sangat berat, maka seorang pmimpin haruslah bertanggung jawab, ulet berwibawa dan mampu membuat langkah-langkah baru sebagi jawaban dari kebutuhan bawahannya.

D.      Peran Kepala Sekolah dalam Meningkatkan Kompetensi Guru
Agar proses pendidikan dapat berjalan efektif dan efisien, guru dituntut memiliki kompetensi yang memadai, baik dari segi jenis maupun isinya. Namun, jika kita selami lebih dalam lagi tentang isi yang terkandung dari setiap jenis kompetensi, –sebagaimana disampaikan oleh para ahli maupun dalam perspektif kebijakan pemerintah-, kiranya untuk menjadi guru yang kompeten bukan sesuatu yang sederhana, untuk mewujudkan dan meningkatkan kompetensi guru diperlukan upaya yang sungguh-sungguh dan komprehensif.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah melalui optimalisasi peran kepala sekolah. Idochi Anwar dan Yayat Hidayat Amir mengemukakan bahwa “ kepala sekolah sebagai pengelola memiliki tugas mengembangkan kinerja personel, terutama meningkatkan kompetensi profesional guru.” Perlu digarisbawahi bahwa yang dimaksud dengan kompetensi profesional di sini, tidak hanya berkaitan dengan penguasaan materi semata, tetapi mencakup seluruh jenis dan isi kandungan kompetensi sebagaimana telah dipaparkan di atas.
Dalam perspektif kebijakan pendidikan nasional, terdapat tujuh peran utama kepala sekolah yaitu, sebagai : (1) educator (pendidik); (2) manajer; (3) administrator; (4) supervisor (penyelia); (5) leader (pemimpin); (6) pencipta iklim kerja; dan (7) wirausahawan;
Merujuk kepada tujuh peran kepala sekolah sebagaimana disampaikan oleh Depdiknas di atas, di bawah ini akan diuraikan secara ringkas hubungan antara peran kepala sekolah dengan peningkatan kompetensi guru.
1.         Kepala sekolah sebagai educator (pendidik)
Kegiatan belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan dan guru merupakan pelaksana dan pengembang utama kurikulum di sekolah. Kepala sekolah yang menunjukkan komitmen tinggi dan fokus terhadap pengembangan kurikulum dan kegiatan belajar mengajar di sekolahnya tentu saja akan sangat memperhatikan tingkat kompetensi yang dimiliki gurunya, sekaligus juga akan senantiasa berusaha memfasilitasi dan mendorong agar para guru dapat secara terus menerus meningkatkan kompetensinya, sehingga kegiatan belajar mengajar dapat berjalan efektif dan efisien.
2.         Kepala sekolah sebagai manajer
Dalam mengelola tenaga kependidikan, salah satu tugas yang harus dilakukan kepala sekolah adalah melaksanakan kegiatan pemeliharaan dan pengembangan profesi para guru. Dalam hal ini, kepala sekolah seyogyanya dapat memfasiltasi dan memberikan kesempatan yang luas kepada para guru untuk dapat melaksanakan kegiatan pengembangan profesi melalui berbagai kegiatan pendidikan dan pelatihan, baik yang dilaksanakan di sekolah, –seperti : MGMP/MGP tingkat sekolah, in house training, diskusi profesional dan sebagainya–, atau melalui kegiatan pendidikan dan pelatihan di luar sekolah, seperti : kesempatan melanjutkan pendidikan atau mengikuti berbagai kegiatan pelatihan yang diselenggarakan pihak lain.
3.         Kepala sekolah sebagai administrator
Khususnya berkenaan dengan pengelolaan keuangan, bahwa untuk tercapainya peningkatan kompetensi guru tidak lepas dari faktor biaya. Seberapa besar sekolah dapat mengalokasikan anggaran peningkatan kompetensi guru tentunya akan mempengaruhi terhadap tingkat kompetensi para gurunya. Oleh karena itu kepala sekolah seyogyanya dapat mengalokasikan anggaran yang memadai bagi upaya peningkatan kompetensi guru.


4.         Kepala sekolah sebagai supervisor
Untuk mengetahui sejauh mana guru mampu melaksanakan pembelajaran, secara berkala kepala sekolah perlu melaksanakan kegiatan supervisi, yang dapat dilakukan melalui kegiatan kunjungan kelas untuk mengamati proses pembelajaran secara langsung, terutama dalam pemilihan dan penggunaan metode, media yang digunakan dan keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran. Dari hasil supervisi ini, dapat diketahui kelemahan sekaligus keunggulan guru dalam melaksanakan pembelajaran, — tingkat penguasaan kompetensi guru yang bersangkutan–, selanjutnya diupayakan solusi, pembinaan dan tindak lanjut tertentu sehingga guru dapat memperbaiki kekurangan yang ada sekaligus mempertahankan keunggulannya dalam melaksanakan pembelajaran.
Jones dkk. sebagaimana disampaikan oleh Sudarwan Danim (2002) mengemukakan bahwa “ menghadapi kurikulum yang berisi perubahan-perubahan yang cukup besar dalam tujuan, isi, metode dan evaluasi pengajarannya, sudah sewajarnya kalau para guru mengharapkan saran dan bimbingan dari kepala sekolah mereka”. Dari ungkapan ini, mengandung makna bahwa kepala sekolah harus betul-betul menguasai tentang kurikulum sekolah. Mustahil seorang kepala sekolah dapat memberikan saran dan bimbingan kepada guru, sementara dia sendiri tidak menguasainya dengan baik.[29]

5.         Kepala sekolah sebagai leader (pemimpin)
Gaya kepemimpinan kepala sekolah seperti apakah yang dapat menumbuh-suburkan kreativitas sekaligus dapat mendorong terhadap peningkatan kompetensi guru ? Dalam teori kepemimpinan setidaknya kita mengenal dua gaya kepemimpinan yaitu kepemimpinan yang berorientasi pada tugas dan kepemimpinan yang berorientasi pada manusia. Dalam rangka meningkatkan kompetensi guru, seorang kepala sekolah dapat menerapkan kedua gaya kepemimpinan tersebut secara tepat dan fleksibel, disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan yang ada.
 Kendati demikian menarik untuk dipertimbangkan dari hasil studi yang dilakukan Bambang Budi Wiyono (2000) terhadap 64 kepala sekolah dan 256 guru Sekolah Dasar di Bantul terungkap bahwa ethos kerja guru lebih tinggi ketika dipimpin oleh kepala sekolah dengan gaya kepemimpinan yang berorientasi pada manusia.[30]

Kepemimpinan seseorang sangat berkaitan dengan kepribadian dan kepribadian kepala sekolah sebagai pemimpin akan tercermin dalam sifat-sifat sebagai barikut : (1) jujur; (2) percaya diri; (3) tanggung jawab; (4) berani mengambil resiko dan keputusan; (5) berjiwa besar; (6) emosi yang stabil, dan (7) teladan.
6.         Kepala sekolah sebagai pencipta iklim kerja
Budaya dan iklim kerja yang kondusif akan memungkinkan setiap guru lebih termotivasi untuk menunjukkan kinerjanya secara unggul, yang disertai usaha untuk meningkatkan kompetensinya. Oleh karena itu, dalam upaya menciptakan budaya dan iklim kerja yang kondusif, kepala sekolah hendaknya memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut : (1) para guru akan bekerja lebih giat apabila kegiatan yang dilakukannya menarik dan menyenangkan, (2) tujuan kegiatan perlu disusun dengan dengan jelas dan diinformasikan kepada para guru sehingga mereka mengetahui tujuan dia bekerja, para guru juga dapat dilibatkan dalam penyusunan tujuan tersebut, (3) para guru harus selalu diberitahu tentang dari setiap pekerjaannya, (4) pemberian hadiah lebih baik dari hukuman, namun sewaktu-waktu hukuman juga diperlukan, (5) usahakan untuk memenuhi kebutuhan sosio-psiko-fisik guru, sehingga memperoleh kepuasan.
7.         Kepala sekolah sebagai wirausahawan
Dalam menerapkan prinsip-prinsip kewirausaan dihubungkan dengan peningkatan kompetensi guru, maka kepala sekolah seyogyanya dapat menciptakan pembaharuan, keunggulan komparatif, serta memanfaatkan berbagai peluang. Kepala sekolah dengan sikap kewirauhasaan yang kuat akan berani melakukan perubahan-perubahan yang inovatif di sekolahnya, termasuk perubahan dalam hal-hal yang berhubungan dengan proses pembelajaran siswa beserta kompetensi gurunya.
Sejauh mana kepala sekolah dapat mewujudkan peran-peran di atas, secara langsung maupun tidak langsung dapat memberikan kontribusi terhadap peningkatan kompetensi guru, yang pada gilirannya dapat membawa efek terhadap peningkatan mutu pendidikan di sekolah.

E.       Faktor-faktor yang Mempengaruhi Usaha Kepala Sekolah dalam Meningkatkan Kompetensi Profesional guru
1.         Latar Belakang Pendidikan
Latar belakang pendidikan seorang guru yang berbeda, menyebabkan pengalaman guru yang satu dengan yang lainnya juga berbeda. Hal ini dilatarbelakangi oleh perbedaan jenis dan jenjang pendidikan yang diperoleh.
Sehubungan dengan hal di atas, bahwa setiap guru sadar dan tahu tugasnya dengan jelas. Untuk menunaikan tugasnya itu diperlukan sejumlah pengetahuan tentang jabatan seseorang. Untuk mempersiapkan calon guru guru yang sebaik-baiknya bagi tugas di kelas, maka pendidikan di madrasah guru (preservice teacher education), harus up to date.
Hal yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan tanggung jawab dari setiap guru dan kesadaran dalam menggunakan setiap kesempatan untuk belajar, maka setiap jabatan yang diemban oleh seorang guru dalam pendidikan menurut Rorer, mestinya:
a.         Menguasai suatu bidang khusus dan pengetahuan khusus tentang teknik-teknik bekerja dari kelompoknya.
b.        Menumbuhkan sejumlah latar belakang kehidupan tentang pendidikan jabatan ditambah dengan pengetahuan khusus dan latihan-latihan praktis.
c.         Tahap membina perkembangan pengetahuan dan cara-cara di mana anggotanya memperoleh keterangan melalui belajar secara kontinyu, membaca sendiri dan melalui konferensi bersama.
d.        Mengerti tugas-tugas sosial dan potensi kemanusiaan.
e.         Memelihara solidaritas terhadap minat pendidikan dan tujuan di antara menstimulir dan memajukan. pelaksanaan bagi guru hanya mungkin dilaksanakan dengan baik terjadi: koordinasi yang baik dan usaha yang kontinyu.34

Dari penjelasan di atas, jelaslah bahwa latar belakang pendidikan yang berbeda akan sangat mempengaruhi terhadap proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Dari perbedaan jenis dan jenjang pendidikan juga akan mempengaruhi karena mereka yang berpengalaman pendidikan di bidang keguruan dan non  pendidikan akan berbeda sekali dengan mereka yang berpengalaman pendidikannya di bidang non pendidikan. Karena tidak mempunyai keahlian khusus yang telah didapat selama pendidikan. Dan hal ini akan terlihat dalam proses pembelajaran, baik yang menyangkut penguasaan bahan pengajaran, perumusan tujuan pengajaran, penggunaan metode mengajar dan media mengajar maupun kemampuan lainnya yang berhubungan erat dengan pengelolaan proses pembelajaran. Oleh karena itu, jika profesi keguruan tersebut sesuai dengan disiplin keilmuannya, maka akan menciptakan proses pembelajaran seperti yang telah diharapkan.
2.         Pengalaman Mengajar
Banyak ungkapan tentang pengalaman, di antaranya adalah: pengalaman adalah guru terbaik, sebab pengalaman mengajar tidak pernah ditemukan dan diterima selama duduk di bangku madrasah atau di lembaga pendidikan formal lainnya. Dan pengalaman teoritis pun tidak selamanya menjamin keberhasilan seorang guru dalam mengajar apabila tidak ditopang dengan pengalaman  mengajar. Dengan adanya perbedaan antara dua dimensi tersebut akan menciptakan sosok guru yang profesional yang dapat menerapkan segenap ilmu pengetahuan keguruannya dalam proses pembelajaran agar lebih efektif dan efisien. Dengan adanya pengalaman mengajar ini akan membiasakan seorang guru dalam menghadapi peserta didik dalam menciptakan interaksi edukatif, tanpa adanya rasa kaku dan ragu-ragu dalam menyampaikan bahan yang akan diajarkan. Selain itu juga guru yang mempunyai pengalaman mengajar yang cukup lama akan berbeda dengan yang baru sekali mengajar dalam mengelola proses pembelajaran.
Dari uraian di atas jelaslah bahwa pengalaman mengajar akan dapat memberikan pengaruh yang positif dalam meningkatkan kompetensi guru.
Senada dengan hal tersebut di atas, bahwa guru adalah seorang yang memiliki kemampuan dan pengalaman yang dapat memudahkan dalam melaksanakan peranannya membimbing peserta didiknya. Ia harus mampu menilai diri sendiri tanpa berlebih-lebihan, mampu mengkomunikasikan dan dapat bekerja sama dengan orang lain. Selain itu perlu diperhatikan juga dalam hal mana ia memiliki kemampuan dan kelemahan tersebut.
Dengan demikian guru sebagai bagian dari situasi pembelajaran cenderung untuk mengambil keputusan-keputusan yang berbeda dengan guru lainnya. Namun kadang-kadang sukar untuk meyakinkan guru bahwa dengan keputusannya yang berbeda itu tidaklah berarti bahwa yang satu benar dan yang lainnya salah. Dan hal ini pun akan terbukti dari pengalaman mengajar yang dialami oleh seorang guru dan tentu saja keputusan tersebut harus dipertimbangkan secara rasional.35
3.         Pengembangan Profesi Keguruan
Usaha pengembangan profesi tenaga kependidikan, khususnya guru, meliputi:
a.       Program Pre-service Education
b.      Program In-service Education
c.       Program On-service Education

a)        Program Pre-service Education, ialah mengadakan layanan pendidikan guru kepada mereka yang belum pernah jadi guru. Lembaga pendidikan guru bertugas mempersiapkan para lulusan untuk menjadi guru.
Dimulai dari sekolah Guru B (SGB) dan SGA lalu kursus  B-I  dan B-II, PGSLP dan PGSLA, kemudian didirikan PTPG, lalu menjadi FKIP yang merupakan bagian dari universitas.  Akhirnya berubah menjadi IKIP. IKIP ditetapkan sebagai lembaga pendidikan tenaga kependidikan (LPTK) dan FKIP sebagai bagian dari universitas.
Kemudian pada tahun 1979,1980, diadakan pembaharuan pendidikan guru. Ditetapkan pola pembaharuan sistem pendidikan tenaga kependidikan          ( PPSPTK) pada IKIP atau FKIP yang disebut dengan  Lembaga Pengadaan Tenaga Kependidikan. Setelah itu SPG diganti dengan Diploma dan pendidikan Guru (PGSD) masuk ke dalam LPTK IKIP. LPTK mempunyai empat macam program pendidikan guru :
1.         Program Gelar Sarjana (S-1), lama studi 4-7 tahun
2.         Program Pasca Sarjana (S-2), lama studi 6-9 tahun
3.         Program Doctor (S-3), lama studi 8-11 tahun
4.         Program Non-Gelar dengan rincian sebagai berikut :
a.         Program Diploma (D-1), lama studi 1-2 tahun
b.        Program  Diploma  (D-2), lama studi 2-3 tahun
c.         Program Diploma (D-3),  lama studi 3-5 tahun

Di samping itu LPTK juga mengasuh program akta mengajar. Program ini diberikan kepada mereka yang dari fakultas non keguruan untuk memperoleh kewenangan mengajar pada berbagai perguruan tinggi.
Adapun program akta  mengajar,  meliputi :
1.      Program Akta  I, beban studi 20 sks dalam teori dan praktek keguruan  yang ditempuh selama 2 semester setelah memiliki 20 sks dari bidang studi non kependidikan.
2.      Program Akta  II, beban studi 20 sks dalam teori dan praktek keguruan yang ditempuh selama 2 semester seteleh memiliki 60 sks dari bidang studi non kependidikan.
3.      Program Akta III, beban studi 20 sks dalam teori dan praktek keguruan yang ditempuh selama 2 semester  setelah memiliki 90 sks dari bidang studi non kependidikan.
4.      Program Akta IV, beban studi 20 sks dalam teori dan praktek keguruan yang ditempuh selama 2 semester setelah memiliki 120 sks dari bidang studi non kependidikan.
5.      Peogram Akta V, beban studi 20 sks dalam teori dan praktek keguruan yang ditempuh selama 2 semester setelah memiliki 160 sks dari bidang studi non kependidikan.   
   
b)        Program In-Service Education ialah layanan yang diberikan oleh  lembaga pendidikan guru, bagi mereka yang sudah memiliki jabatan.
Bagi mereka yang sudah menjadi guru dilaksanakan pelayanan terhadap tenaga kependidikan. Adapun usaha yang sedang dilakukan adalah :
1.        Usaha mempercepat pengangkatan dan penempatan
2.        Usaha perlindungan jabatan melalui jaminan hukum terhadap                            jabatan.
3.        Pertumbuhan dalam profesi, dan pembinaan,  meliputi :
a.         Latihan dalam jabatan (in-service training)
b.        Pendidikan lanjutan
c.         Organisasi  Profesi
d.        Insentif untuk tugas di daerah tertentu

c)        Program On-Service  Education  ialah layanan yang diberikan kepada para guru untuk bidang studi tertentu ditempat mereka mengajar, baik secara individu maupun secara kelompok dalam bentuk pusat-pusat kegiatan pembelajaran di madrasah.

Dalam kegiatan ini telah dilaksanakan berupa usaha dalam pembinaan dan peningkatan mutu guru. Guru-guru dalam satu mata pelajaran dalam beberapa madrasah bertemu di sebuah madrasah yang dijadikan pusat pembahasan (sanggar mengajar) atau kelompok kerja guru. Dan sudah disediakan model-model sajian pelajaran yang  akan disajikan. Pada saat bertemu ada yang mendemostrasikan metode mengajar dan setelah itu didiskusikan bersama atau saling bertukar pendapat. Dengan cara demikian guru akan mengalami pertumbuhan  jabatan dalam mengajar. Atau dengan kata lain guru dibina dan ditingkatkan ke arah  profesionalisasi.36



[5]KBBI: 1990:995

[6]John. M. Echols dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta:Gramedia, 1987), h. 132

[7]Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia,(Jakarta:Balai Pustaka, 1990), h. 435

[8]Roestiyah N.K, Masalah-masalah Ilmu Keguruan, (Jakarta:Balai Pustaka, 1990), h. 4
[9]Mansyur, Dasar-dasar Kependidikan,(Jakarta:Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama, 1991), cet. I, h. 335.

[10]E. Mulyasa. Kurikulum Berbasis Kompetensi,(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2003), h.38 
[11]Sofyani dan Burhanuddin Abdullah, Ilmu Pendidikan Islam,(Banjarmasin:Lambung Mangkurat University Press, 1995), h. 41. 
[12]Suharsimi Arikunto, Manajemen Pengajaran Secara Manusiawi,(Jakarta:P.T Rineka Cipta, 1993), cet ke 2, h. 239.
[13]Moh. Uzer Usman, op.cit, h.16-19.
[14]Zakiah Daradjat,at.al, Metode Khusus Pengajaran Agama Islam,(Jakarta:Proyak Pembinaan Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi Agama, Dirjen Binbagais,1985), h. 206
[15]B. Suryosubroto, Proses Belajar Mengajar di Sekolah, (Jakarta:P.T Rineka Cipta, 1997), h.4-5.  

[16]Syaiful. Bahri Djamarah, Prestasi  Belajar dan Kompetensi Guru,(Surabaya:Usaha Nasional, 1994 ), h. 55.
[17]Dimyati dan  Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran,(Jakarta: P.T.Rineka Cipta, 2002), cet ke-34
[18]S. Nasution, Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar,(Jakarta:Bumi Aksara, 2000), h. 76.    
[19]Winarno Surakhmad, Metodologi Pengajaran Nasional, (t.tp: t.p, 1979 ), h.76

[20]Abu Ahmadi, Metode Khusus Pendidikan Agama(MKPA),(Bandung: Armico,1986). h.104-108.
[21]Zakiah Daradjat. et.al, op.cit, h. 206.

[22]Zuhairini dkk, Metode Khusus Pengajaran Agama(MKPA),(Surabaya:Usaha Nasional, 1983 .h.82
[23]Dimyati. Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta:P.T Rineka Cipta,  2002), cet ke- 2, h. 37.
27Abdul. Kadir. Munsyi. dkk, Pedoman Mengajar Bimbingan Praktis untuk Calon Guru,(Surabaya: Al Ikhlas, 1981), h. 14

28Sapariadi, et.al, Mengapa Anak Berkelainan Perlu Mendapatkan Pendidikan,(Jakarta:Balai Pustaka, 1982), h.125.
29Muhibinsyah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru,(Bandung:P.T Remaja Rosdakarya, 1995), h.142.
30Cece. Wijaya dan A. Tabrani Rusyan, Kemampuan Guru Dalam Proses Belajar Mengajar,(Bandung:P.T Remaja Rosdakarya, 1991), cet ke-1, h. 120.
31Winarno. Surakhmad, Pengantar Interaksi Belajar Mengajar(Dasar- Teknik Metodologi Pengajaran),(Bandung:  Tarsito,1982),cet ke-2,h.228.
32Sardiman. A. M. Pedoman Bagi Guru dan Calon Guru,(Jakarta: P.T Raja Grafindo Persada, 1990), cet ke- 6,h. 203.
33Tayar. Yusuf dan Syaiful Anwar, Metodologi Pengajaran Agama Islam dan Bahasa Arab, (Jakarta:P.T Raja Grafindo Persada, 1995), h.16-19.
[24] Hendyat Soetopo, Wasty Soemanto, Pengantar Operasional Administrasi Pendidikan, (Malang: Usaha Nasional, 1982), h. 279

[25]  Sunarto, Perilaku Organisasi, (Yogyakarta: Amus, 2003), h. 185
[26] Departemen Agama Republik Indonesia Proyek Pengadaan Kitab Suci Al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta: Dept. Agama RI. Pelita, 1984), h. 380

[27] Al Imam Abdi Abdullah Muhammad bin Ismail al Bukhari, Shoheh Bukhari. Jilid 3. Juz 9, (Bairud: Darul fiq, tth), H. 80. Lihat Abi Husen Muslim bin Hizaz Al-Qusairy Annai Saburi, Shaheh Muslim Jilid 2,(Bearud: Darul Fik, 1993), H.188.
[28] Abdullah Karim, Tanggung Jawab Kepemimpinan,(Jakarta Pres, 1999), h 45
[29]Sudarwan Danim. Inovasi Pendidikan : Dalam Upaya Meningkatkan Profesionalisme Tenaga Kependidikan. (Bandung : Pustaka Setia. 2002), hal 14
[30]Bambang Budi Wiyono. 2000. Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah dan Semangat Kerja Guru dalam Melaksanakan Tugas Jabatan di Sekolah Dasar. (abstrak) Ilmu Pendidikan: Jurnal Filsafat, Teori, dan Praktik Kependidikan. Universitas Negeri Malang. (Accessed, 31 Oct 2002).
34 Piet, A, Sahertian dan Frans Mataheru, Prinsip dan Teknik Supervisi Pendidikan, (Surabaya: Usaha Nasional, 1981),h.12-13.
35Zakiah. Daradjat,dkk, Metodologi Pengajaran Agama Islam(MPAI),(Jakarta: Proyek Pembinaan Sarana dan Prasarana Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAIN),1981/1982),h. 210.
36Piet. A. Sahertian dan Ida Aleida Sahertian, Supervisi Pendidikan Dalam Progran Inservice Education,(Jakarta:P.T Rineka Cipta, 1992),h.2-7.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar